Google

Selasa, 20 November 2007

Sukses Offline - Ubud

Di sebuah desa di Ubud, Bali, terdapat dua buah sungai yang bermuara di satu titik. Yang satu bernama sungai Wadon (yang artinya perempuan) dan satunya lagi, sungai Lanang (yang artinya lelaki). Satu sungai hanya dipisahkan oleh satu bukit yang di titik pertemuannya diberi nama Tjampuhan. Titik itu dipercaya sebagai tempat orang suci nenek moyang orang-orang bali, Maharesi Markandia yang sakti, berhasil menaklukkan dedemit yang sangat menguasai Bali. Maka di titik itu dbangun sebuah pura yang sangat suci: Pura Gunung Lebah. Konon, di desa-desa sepanjang sungai itu mengalirlah darah-darah seni orang Bali. Desa Penestanan, Pengosekan, dan Sukawati yang terkenal sebagai daerah lukus, Celuk (desa perak), Bagu Bulan (desa stone carving), dan sebgainya. Singkatnya, Ubud dikenal sebgai daerah yang kaya dengan seni.

Berkat keseiannya yang sangat istimewa, dan alam pegunungan yang dikelilingi persawahan yang indah, Ubud dikenal sebagai daerah kunjungan wisata yang sangat digemari dan bernilai ekonomis sangat tinggi. Di sepanjang jalan di Ubud, Anda akan bertemu dengan para selebriti dunia, guru-guru besar dari universitas terkenal, serta usahawan mancanegara. Mereka mengayuh sepeda mengunjungi museum yang satu dan museum-museum lainnya. Memborong lukisan dan karya-karya seni. Sebagian orang yang tidak mengerti menduga Ubud adalah warisan alam yang terajdi begitu saja. Mungkin agak keliru.

Ubud tidak akan pernah menjadi daerah kunjungan wisata kalau tak ada seseorang yang dengan sungguh-sungguh melakukan change. Change maker itu bernama Tjokorda Gde Agung SUkawati, Raja Ubud. Semasa hidupnya, Tjokora sangat memperhatikan kesenian. Ia berpikir, rakyatnya tidak bisa hidup seperti ini terus-menerus. Maka ia pun mulai mencari jalan agar warganya bisa membuat karya-karya seni secara lebih indah dan lebih bernilai. Maka setiap kali ia mendengar ada pelukis hebat datang ke Indonesia, ia ajak ke Ubud. Ia memburuk nama-nama terkenal. Walter Spies dijemputnya di pelabuhan. Bahkan diberikan rumah di Bali Syaratnya Cuma satu: Tolong ajarkan anak-anak Ubud melukis.

Sejak saat itu, yang datang bukan Cuma Walter Spies. Sebut saja Rudolf Bonnet, Arie Schmidt, dan Hanz Snell. Mereka adalah pelukis-pelukis besar yang memberikan pengaruh terhadap cara meukis disini. Bahkan jug Antonio Blonco yang jatuh cinta dengan gadis Bali dan menetap di sana sampai mati. Konon, sebelum kedatangan mereka. Lukisan seniman Ubud terbatas hanya pada tema-tema yang lazim ditemui pada epos Mahabarata dan Ramawyana. Sekarang Anda bisa melihat karya-karya yang sangat ekspresif dengan multitema.

Menurut putra almarhum, Tjokorda Gde Raka SUkawati, yang sekarang menjadi dosen di Universitas Udayana dan pengusaha resorg di Ubud, ayahnya sendiri pergi menyambut para seniman besar itu dan menawarkan tempat untuk tinggal di Ubud. Bahkan pelukis besar Affandi termasuk yang pernah diburunya. Gagasan sederhana itu sekarang sangat dinikmati orang-orang Bali. Turis tidak lagi takut mendatangi daerah yang dulu agar tertutup dan berhutan lebat ini. Di Tjampuhan, bekas rumah Wlter Spies. Tak jauh dari situ, Tjokorda Gde Raka Sukawati membangun sebuah resort butik yang juga sangat digemari turis asing: Pitamaha. Pelanggan tetapya antara lai adalan David Copperfield dan Cindi Crawrofd. Di desa Kedewatan, Tjokorda membangun sebuah patung yang sangat besar berupa dewa-dewi. Daerah ini memang dikenal sebagai desa yang kerap didatangi bidadari sehingga diberi nama Kedewatan. Di situ ada sebuah resort butik yang sangat indah, yang dibangun oleh ratusan seniman. Saya menyaksikan bagaimana warga dews membangun resort ini dengan tangan-tangan yang sant termpil. Namanya the Royal Pitamaha.